Teknologi Nusantara
Perkembangan Teknologi di Indonesia
sudah semakin pesat. Akhir-akhir ini sering terdengar ucapan ‘Teknologi
Indoneia’, namun biasanya hal itu diucapkan sebagai metafora tanpa menyabut
secara spesifik macam teknologi yang dimaksud. Dengan pengertian yang agak
luas, maka ‘Teknologi Indonesia’ tentunya di sini diinterpretasikan sebagai
instrumen untuk memenuhi kebutuhan manusia yang diciptakan dan berkembng, atau
dikembangkan secara endoge di Indonesia.
Dalam kondisi banjir bandang sains
dan teknologi seperti yang sedang terjadi saat ini, ternyata tidak mudah untuk
mengidenifikasi sains dan teknologi indonesia ‘asli’. Selain itu, kata ‘Indonesia’
merupakan invensi zaman modern, sedangkan teknologi telah jauh lebih dahulu ada
di Nusantara. Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi tekologi Nusantara tidak
dapat lepas dari manusia yang telah mendiami Nusantara sejak zaman Purba
(Prasejarah). Beberapa teknologi yang selama ini sering dianggap sebagai
teknologi indonesia akan ditinjau berikut ini.
Contoh-contoh Teknologi kuno bangsa
Indonesia yang paling canggih adalah sebagai berikut:
1.
Borobudur: bukti kecanggihan teknologi dan arsitektur
Borobudur
adalah candi yang diperkirakan mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja Mataram
bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra. Borobudur merupakan bangunan candi
yang sangat megah.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana nenek moyang kita membangun Borobudur yang demikian berat dapat berdiri kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan paku bumi untuk mengokohkan pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana batu-batu yang membentuk Borobudur itu dibentuk dan diangkut ke area pembangunan di atas bukit.
Bahkan dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah candi yang mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi Konsep Fraktal.
Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya secara keseluruhan. Candi borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang lebih kecil. Arsitektur yang keren bukan?
Tidak dapat dibayangkan bagaimana nenek moyang kita membangun Borobudur yang demikian berat dapat berdiri kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan paku bumi untuk mengokohkan pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana batu-batu yang membentuk Borobudur itu dibentuk dan diangkut ke area pembangunan di atas bukit.
Bahkan dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah candi yang mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi Konsep Fraktal.
Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya secara keseluruhan. Candi borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang lebih kecil. Arsitektur yang keren bukan?
2. Kapal
Jung Jawa: Teknologi kapal raksasa
Jauh sebelum
Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi sepertiga
bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi orang-orang China sudah
mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai ukuran, hingga abad VII kecil
sekali peran kapal China dalam pelayaran laut lepas.
Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di ”Laut Selatan”.
Pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa. ‘Mereka mengaku keturunan Jawa,’ kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata ‘Jung’ digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.
Mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Disebutkan, jung Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis.
Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513.
Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di ”Laut Selatan”.
Pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa. ‘Mereka mengaku keturunan Jawa,’ kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata ‘Jung’ digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.
Mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Disebutkan, jung Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis.
Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513.
3. Keris:
kecanggihan teknologi penempaan logam
Teknologi
logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu sudah
mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Keris memiliki teknologi penempaan
besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa lampau.
Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik penempaan disertai pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu itu bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya.
Keris yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik, menarik dan sulit. Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).
Pemilihan akan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan keris, juga merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium lebih dikenal sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya ringan namun sangat kuat.
Kesulitan dalam membuat keris dari bahan titanium adalah titik leburnya yang mencapai 60 ribu derajat celcius, jauh dari titik lebur besi, baja atau nikel yang berkisar 10 ribu derajat celcius.
Titanium ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga tahan karat.
Unsur logam titanium baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan dari besi.
Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik penempaan disertai pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu itu bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya.
Keris yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik, menarik dan sulit. Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).
Pemilihan akan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan keris, juga merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium lebih dikenal sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya ringan namun sangat kuat.
Kesulitan dalam membuat keris dari bahan titanium adalah titik leburnya yang mencapai 60 ribu derajat celcius, jauh dari titik lebur besi, baja atau nikel yang berkisar 10 ribu derajat celcius.
Titanium ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga tahan karat.
Unsur logam titanium baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan dari besi.
4. Benteng
Keraton Buton: Arsitektur bangunan untuk pertahanan
Di Buton,
Sulawesi Tenggara ada Benteng yang dibangun di atas bukit seluas kurang lebih
20,7 hektar. Benteng yang merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton ini memiliki
bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur. Benteng yang berbentuk
lingkaran ini memiliki panjang keliling 2.740 meter. Benteng ini memiliki 12
pintu gerbang dan 16 pos jaga / kubu pertahanan (bastion) yang dalam bahasa
setempat disebut baluara.
Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba (gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri. Letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya.
Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba (gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri. Letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya.
5. Si Gale
gale: Teknologi Robot tradisional Nusantara
Orang Toba
Batak Sumatra utara pada zaman dahulu sudah bisa membuat robot tradisional yang
dikenal dengan sebutan si gale-gale. Boneka ini menguasai sistem kompleks tali
yang dibuat sedemikian rupa. Melalui tali yang ditarik ulur inilah boneka itu
dapat membungkuk dan menggerakan “tangannya” sebagai mana layaknya orang
menari. Menurut cerita, Seorang Raja dari Suku Karo di Samosir membuat patung
dari kayu untuk mengenang anak satu-satunya yang meninggal dunia. Patung kayu
tersebut dapat menari-nari yang digerakkan oleh beberapa orang. Sigale – gale
dimainkan dengan iringan musik tradisional khas Batak. Boneka yang tingginya
mencapai satu setengah meter tersebut diberi kostum tradisional Batak. Bahkan
semua gerak-geriknya yang muncul selama pertunjukan menciptakan kesan-kesan
dari contoh model manusia.
Kepalanya bisa diputar ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat bergerak, kedua tangan bergerak seperti tangan-tangan manusia yang menari serta dapat menurunkan badannya lebih rendah seperti jongkok waktu menari. Si gale-gale merupakan bukti bahwa nenek moyang kita sudah dapat membuat boneka mekanikal atau robot walau dalam bentuk yang sederhana. Robot tersebut diciptakan untuk dapat meniru gerakan manusia.
Kepalanya bisa diputar ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat bergerak, kedua tangan bergerak seperti tangan-tangan manusia yang menari serta dapat menurunkan badannya lebih rendah seperti jongkok waktu menari. Si gale-gale merupakan bukti bahwa nenek moyang kita sudah dapat membuat boneka mekanikal atau robot walau dalam bentuk yang sederhana. Robot tersebut diciptakan untuk dapat meniru gerakan manusia.
6.
Pengindelan Danau Tasikardi, Banten : Kecanggihan Teknologi Penjernihan Air
Nenek moyang
kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air bersih. Sekitar
abad ke16-17 Kesultanan Banten telah membangun Bangunan penjernih air untuk
menyaring air yang berasal dari Waduk Tasikardi ke Keraton Surosowan. Proses
penjernihannya tergolong sudah maju. Sebelum masuk ke Surosowan, air yang kotor
dan keruh dari Tasik Ardi disalurkan dan disaring melalui tiga bangunan bernama
Pengindelan Putih, Abang, dan Emas.
Di tiap pengindelan ini, air diproses dengan mengendapkan dan menyaring kotoran. Air selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat serangkaian pipa panjang yang terbuat dari tanah liat dengan diameter kurang lebih 40 cm. Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi pengolahan air keruh menjadi air layak pakai. Danau Tasik Ardi sendiri merupakan danau buatan. Sebagai situs sejarah, keberadaan danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada masa lalu. Untuk ukuran saat itu, membuat waduk atau danau buatan untuk mengairi areal pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan air bagi penduduk merupakan terobosan yang cemerlang
Di tiap pengindelan ini, air diproses dengan mengendapkan dan menyaring kotoran. Air selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat serangkaian pipa panjang yang terbuat dari tanah liat dengan diameter kurang lebih 40 cm. Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi pengolahan air keruh menjadi air layak pakai. Danau Tasik Ardi sendiri merupakan danau buatan. Sebagai situs sejarah, keberadaan danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada masa lalu. Untuk ukuran saat itu, membuat waduk atau danau buatan untuk mengairi areal pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan air bagi penduduk merupakan terobosan yang cemerlang
7.
Karinding: Teknologi pengusir hama dengan gelombang suara
Alat musik
dari Sunda ini terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang
dipotong menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut
cecet ucing atau ekor kucing), pembatas jarum, dan bagian ujung yang disebut
panenggeul (pemukul). Jika bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan
bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi
yang khas.
Alat ini bukan cuma untuk menghibur tapi juga ternyata berfungsi mengusir hama di kebun atau di ladang pertanian. Suara yang dihasilkan oleh karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian. Frekuensi suara yang dikeluarkan oleh alat musik tersebut menyakitkan bagi hama tersebut, atau bisa dikatakan frekuensi suaranya melebihi dari rentang frekuensi suara hama tersebut, sehingga hama tersebut akan panik dan terganggu konsentrasinya.
Alat ini bukan cuma untuk menghibur tapi juga ternyata berfungsi mengusir hama di kebun atau di ladang pertanian. Suara yang dihasilkan oleh karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian. Frekuensi suara yang dikeluarkan oleh alat musik tersebut menyakitkan bagi hama tersebut, atau bisa dikatakan frekuensi suaranya melebihi dari rentang frekuensi suara hama tersebut, sehingga hama tersebut akan panik dan terganggu konsentrasinya.
8. Rumah
Gadang: Arsitektur Rumah Aman Gempa
Para nenek
moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias jauh maju melampaui
zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang ternyata telah
dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi.
Rumah gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala richter.
Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan. Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur.
Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi. Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut
Darmansyah, ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
Rumah gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala richter.
Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan. Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur.
Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi. Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut
Darmansyah, ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
9. Tempe:
Pemanfaatan bioteknologi untuk makanan
Tempe
merupakan hasil bioteknologi sederhana khas Indonesia. Nenek moyang bangsa
Indonesia telah menggunakan Rhizopus untuk membuat tempe dari kedelai. Semua
ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada tingkat sel untuk tujuan
pangan. Sebenarnya mengolah kedelai dengan ragi juga dilakukan di negara lain
seperti China, Jepang, India, dll. Tetapi yang menggunakan Rhizopus hanya di
Indonesia saja. Jadi kemampuan membuat tempe kedelai adalah penemuan orang
Indonesia.
Tempe sudah dikenal sejak berabad-abad lalu di Nusantara. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 telah ditemukan kata ‘tempe’. Kini, tempe sudah merambah manca negara, tidak saja karena rasa dan aromanya, namun juga karena kandungan gizinya. Penemuan tempe adalah sumbangan nenek moyang kita pada seni masak dunia.
Tempe sudah dikenal sejak berabad-abad lalu di Nusantara. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 telah ditemukan kata ‘tempe’. Kini, tempe sudah merambah manca negara, tidak saja karena rasa dan aromanya, namun juga karena kandungan gizinya. Penemuan tempe adalah sumbangan nenek moyang kita pada seni masak dunia.
10. Pranata
Mangsa: Sistem penanggalan musim bukti kepandaian ilmu astronomi nenek moyang
kita
Seperti
kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah sejak lama
menaruh perhatian pada langit. Pengamatan langit digunakan dalam pertanian dan
pelayaran. Dalam masyarakat Jawa dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim
berdasarkan gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata letak
bintang di langit. Menurut Daldjoeni di bukunya ‘Penanggalan Pertanian Jawa
Pranata Mangsa’, Pranata Mangsa tergolong penemuan brilian. Kompleksitasnya tak
kalah bobot dari sistem penanggalan yang ditemukan bangsa Mesir Kuno, China,
Maya, dan Burma. Lebih-lebih jika dibandingkan dengan model Farming Almanac ala
Amerika, Pranata Mangsa jauh lebih maju. Meskipun teknologi sudah semakin
canggih seperti sekarang ini, penerapan perhitungan pranata mangsa masih
relevan. Hal itu dikarenakan nenek moyang kita dulu mempelajari gejala-gejala
alam seperti musim hujan/kemarau, musim tanaman berbunga/berbuah, posisi rasi
bintang, pengaruh bulan purnama, dan sebagainya. Dengan mempelajari
gejala-gejala alam tersebut nenek moyang kita dapat lebih menghargai
kelestarian alam. Sebenarnya masih banyak teknologi-teknologi yang digunakan
nenek moyang kita yang tidak dituliskan disini. Dari penemuan-penemuan itu
sebenarnya sejak dulu bangsa Indonesia sudah mampu menguasai teknologi canggih
di zamannya maka tidak pantas lah bila kita menyombongkan diri sebagai generasi
sekarang bila kita tidak menghargai dan mengapresiasi leluhur kita.
Nenek moyang kita telah berhasil membangun candi-candi yang sangat indah arsitekturnya dan bertahan ratusan tahun. Nenek moyang kita juga membangun armada laut yang telah mengarungi samudra luas.
Nenek moyang kita telah berhasil membangun candi-candi yang sangat indah arsitekturnya dan bertahan ratusan tahun. Nenek moyang kita juga membangun armada laut yang telah mengarungi samudra luas.